Dengan cara ini, Snouck bisa mengenal ulama-ulama Aceh yang berada di Mekah, seperti Syekh AI Habib Abdul Rahman Azh Zhahir. la membangun hubungan erat dengan orang-orang Indonesia di sana, khususnya asal Aceh, sehingga tak seorang pun dari mereka yang membayangkan ia adalah seorang musuh lslam yang sangat berbahaya. Snouck bahkan pernah berjanji akan membantu rakyat Aceh dalam perang melawan penjajah Belanda (membela islam).
Kedatangannya ke Aceh pada tahun 1893 disambut hangat oleh kaum Muslimin. Ia dianggap sebagai bagian dari mereka karena di mana pun kaum Muslimin bersaudara. Hal ini makin diperkuat dengan kemampuan Snouck yang bisa bicara bahasa Arab dengan fasih. Mereka membantu segala keperluan Snouck dan memuliakannya sebagai tamu Muslim yang hidup di tengah keluarganya sendiri.
Bahkan, penduduk daerah Ulee Lheue membantunya dalam mempelajari bahasa lokal agar ia mudah berhubungan dengan warga setempat. Dari sinilah Snouck mulai bekerja diam-diam dengan melakukan kajian dan menulis laporan demi kepentingan penjajah Belanda.
Setelah kajian mendalam terhadap masyarakat Aceh, Snouck menemukan bahwa rahasia kekuatan adalah persatuan ulama dan tokoh pemimpin masyarakat. Inilah yang dihancurkan oleh Snouck dengan memecah barisan umat dan menumbuhkan pertentangan antara dua pihak yang berpengaruh ini. la menjalankan politik devide at impera, pecah dan kuasai. Inilah yang membuat Belanda sanggup menundukkan rakyat Aceh.
Politikus dan Sejarawan Indonesia, Ridwan Saidi dalam bukunya ‘Fakta dan Data Yahudi di Indonesia’ memberikan komentar bahwa apa yang dilakukan oleh Snouck sangat licik, ia berpura-pura masuk Islam, atau dalam istilah lain dikatakan ia melakukan IZHARUL ISLAM, yaitu suatu sikap yang diperagakan oleh orientalis abad ke-19 di negeri-negeri jajahan. Cara ini amat ampuh dalam upaya mengorek kelemahan Islam yang menjadi agama mayoritas di tanah jajahan tersebut. Dengan berpura-pura Islam, bersyahadat, shalat, bahkan ke Mekkah, kemudian menjadi Mufti tentang masalah Islam, maka hubungan dengan umat Islam dapat dibina dengan akrab.
Belakangan, Snouck Hurgronje diketahui telah melakukan kejahatan Izharul Islam, meski ia bukan orang pertama karena sebelumnya seorang orientalis Perancis dengan Izharul Islam nya telah mencapai sukses melestarikan penjajahan Perancis atas bumi Afrika Utara.
Izharul Islam, sebagai metodologi, kini sudah tidak dipergunakan lagi, boleh dikata sejak Perang Dunia II berakhir, setelah bangsa-bangsa terjajah memerdekakan diri, maka "zaman keemasan" Izharul Islam berakhir. Para mantan penjajah yang masih ingin mempertahankan kepentingannya di bekas negeri jajahan, mempraktekkan penampilan baru, yaitu "bersimpati" kepada Islam, antara lain dengan memberi bantuan untuk kepentingan "pembangunan" Islam.
Berdasarkan observasi penulis, bukan berarti Izharul Islam mati total, bisa jadi hanya mati suri saja. Sejarah akan berulang, Snouck jilid kedua bisa terjadi. Mengamati kenyataan di lapangan menunjukkan betapa banyak kasus ini menimpa umat Islam di bumi Nusantara. Mereka dihormati karena status sebagai muallaf, tetapi ternyata hal tersebut hanya sebagai kedok untuk melanggengkan misinya. Mulai dari maksud sederhana ingin mendapatkan hak zakat dan belas kasihan orang, sampai kepada kepentingan besar dalam misi memurtadkan Muslimin dari agamanya..
Kasus populer di zaman ini beredarnya Qur'an Van Der Plas di Jawa Timur dan Kalimantan Selatan (daerah Hulu Sungai). Harian Kalimantan Berjuang (23 Maret 1950) memberitakan keterangan Kyai Widjaja yang melaporkan beredarnya Qur'an palsu yang dibagikan oleh Van Der Plas. Van Der Plas adalah kuasa pemerintah Belanda yang ditempatkan di "daerah pendudukan". Qur'an palsu itu diberikan kepada para ulama, dan ternyata setelah diteliti isinya mengandung dongeng Israiliyat. Sudah barang tentu hal ini menghebohkan. Diduga Van Der Plas sengaja melakukan ini untuk mengacaukan pemahaman umat terhadap agamanya.
Pola Van Der Plas memang terlalu kotor, dibanding dengan pola yang dijalankan Snouck Hurgronje. Yang belakangan ini menjalankan misi spionasenya dengan berkedok penelitian ilmiah.
Agar memudahkan membina akses dengan informan Muslim, Snouck ber-Izharul Islam. Ternyata, menurut penelitian Dr. Van KoningsveId, Snouck membuat laporan penelitian ganda, misalnya tentang Aceh, Snouck menulis dua jilid buku tebal De Atjehers berisi laporan ilmiah mengenai masyarakat Aceh, dan buku ini dipublikasikan. Tetapi Snouck juga menulis Verslag Aceh sebagai laporan kepada Pemerintah Belanda tentang alasan mengapa Aceh harus diperangi. Verslag Aceh berbeda dengan The Atjehers.
Pendirian Snouck yang paling asli tentang Islam terdapat dalam Verslag Aceh. Di situ Snouck mencibiri orang Aceh dan Islam. Celaan terhadap Aceh dan Islam mewarnai laporannya itu sehingga memotivasi pemerintah Belanda untuk meneruskan perang menaklukkan Aceh.
Pada tahun 1906, Snouck Hurgronje kembali ke negeri Belanda setelah bertugas di Indonesia selama 17 tahun. Perpisahan dengan keluarga, menurut sumber terdekat penulis, berlangsung secara mengharukan, tentunya dengan tetap memiliki paradigma, papahku adalah sosok yang telah membela islam.
Keempat anaknya yang sudah besar diajaknya ke Stasiun Gambir. Sambil melihat-lihat peninggalan masa lalu, Snouck berkata kepada anaknya, "Anak-anakku,, papa akan kembali ke negeri Belanda buat selamanya, keperluan kamu akan papa kirim dari negeri Belanda, dan kamu semua akan papa ikutkan dalam asuransi jiwa. Bila besar kelak, janganlah kamu menggunakan nama fam Hurgronje, itu mungkin dampaknya tidak bagus buat kamu."
Keempat anaknya itu terperangah belaka. Hanya air mata yang meleleh di pipi disaksikan area-area yang membisu. Snouck membujang di Belanda selama empat tahun. Pada tahun 1900 ia kawin lagi dengan seorang gadis Belanda beragama Roma Katolik, Maria Otter. Tahun 1922 ia dikaruniai seorang puteriyang diberi nama Christien. Christien rupanya menjadi puteri tunggal dari isteri Belanda satu-satunya itu. Menurut sumber-sumber penulis di negeri Belanda, ternyata Christien tidak pernah dididik secara Islam. Ia tumbuh dan berkembang sebagai gadis Katolik, sampai kelak ia bertemu jodoh dengan seorang Belanda mantan karyawan De Javasche Bank. Pernikahannya juga berlangsung secara Katolik.
Menjelang wafatnya, Snouck Hurgronje selama tiga bulan terbaring saja di kamar tidurnya di Leiden, Belanda. Ia tidak bercakap-cakap, sampai suatu hari ia memanggil isteri dan anaknya. Seraya terbaring di tempat tidur, Snouck meminta agar testamen yang telah dibuatnya diubah. la menginginkan agar anak-anaknya yang berada di Indonesia diberi bagian warisan. Konon, Christien terlongong-longong, dan baru pada detik itu ia mengetahui bahwa ia mempunyai saudara seayah di Indonesia. Snouck dimakamkan satu lahat dengan ibu kandungnya di TPU- Leiden.
Itulah seorang intelijen sebenarnya, kadang sampai masuk liang lahatpun, istri/suami, anak-anaknya dan orang-orang disekelilingnya tidak akan menyangka sosok yang sebenarnya yang mereka cintai tersebut.
Tatkala Sejarawan Ridwan Saidi pada tahun 1989 berkunjung ke Belanda, yang ditemani intelektual Belanda Dr. Kareel Steenbreenk dan Dr. Martin Van Bruinesen, menyempatkan diri menengok makam Snouck di Leiden. Tampaknya sangat jarang orang berziarah ke situ, kalau pun ada pengunjung, mereka lebih tertarik berziarah ke makam ibunda pelukis terkenal Van Gogh. Snouck Hurgronje tidak dimakamkan Secara Islam.
Biografi Orientalis "Penakluk Aceh" Christian Snouck Hurgronje (1857-1936) Part 4
Written By Yayasan Peduli Remaja Mentari on Monday, October 1, 2012 | 11:08
Labels:
Artikel
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment